RSS

About

Pages


IBRAHIM BAPAK TAUHID UMAT MANUSIA
oleh Ja'far Subhani, hal. 50 - 69

MENGAPA ADA PEMUJAAN KEPADA MAKHLUK

Faktor-faktor  yang  menimbulkan  penyembahan   manusia
kepada  ciptaan  adalah  ketidaktahuannya  dan tuntutan
alami yang  mutlak  dalam  dirinya  yang  pada  umumnya
mempercayai adanya suatu penyebab bagi setiap fenomena.
Di satu sisi, manusia, yang dikuasai oleh kodrat alami,
merasa harus mencari perlindungan di suatu tempat, pada
suatu pewenang kuat yang mampu menciptakan sistem  yang
unik  ini.  Namun,  di  sisi  lain, ketika ia bermaksud
menempuh jalan ini tanpa tuntunan  para  nabi  -pemandu
Ilahi  dan  telah  ditunjuk untuk menjamin kesempurnaan
perjalanan rohani manusia- ia mencari perlindungan pada
makhluk-makhluk  tak-bernyawa,  hewan,  ataupun  sesama
manusia  sebelum  ia  dapat  mencapai  tujuannya   yang
sesungguhnya,  yakni  Tuhan  Yang  Esa, dan mendapatkan
jejak-jejak-Nya dengan mengamati tanda-tanda penciptaan
dan  mencari perlindungan pada-Nya. Oleh karena itu, ia
membayangkan bahwa inilah  obyek  yang  dicari-carinya.
Melihat  ini,  para  ilmuwan mengakui, setelah mengkaji
kitab-kitab Ilahi dan cara bagaimana dakwah disampaikan
kepada manusia oleh para nabi serta argumentasi mereka,
bahwa  tujuan  para  nabi  bukanlah  untuk   meyakinkan
manusia   tentang   adanya   pencipta   alam   semesta.
Sesungguhnya,  peran   mereka   yang   mendasar   ialah
membebaskan manusia dan cengkeraman syirik (politeisme)
dan  penyembahan  berhala.  Dengan  kata  lain,  mereka
datang  untuk  mengatakan kepada manusia, "Hai manusia!
Allah  yang  kita  semua  percaya  akan  keberadaan-Nya
adalah  ini, bukan itu. Ia esa, bukan berbilang. Jangan
memberikan status Allah kepada makhluk. Terimalah Allah
sebagai Yang Esa. Jangan menerima mitra atau sekutu apa
pun bagi-Nya."

Kalimat "tiada Tuhan  selain  Allah,"  membuktikan  apa
yang  kami  katakan  di  atas. Inilah titik mula dakwah
Nabi  Muhammad.  Maksud  kalimat  ini  ialah,  tak  ada
sesuatu  yang  patut  disembah  selain  Allah,  dan ini
berarti bahwa adanya  Pencipta  telah  merupakan  fakta
yang   diakui,  sehingga  manusia  dapat  diajak  untuk
menerima  kemaha-esaan-Nya.  Kalimat  ini   menunjukkan
bahwa di mata manusia zaman itu, bagian pertama -adanya
Tuhan yang menguasai alam semesta-  bukanlah  hal  yang
perlu  dipertengkarkan.  Disamping itu, kajian terhadap
kisah-kisah Qur'ani dan  percakapan  para  nabi  dengan
umat zamannya memperjelas masalah ini.

[Catatan   kaki:   Tetapi,  bagaimana  konsepsi  mereka
tentang  berhala?  Apakah  mereka  memandangnya   patut
disembah  dan  hanya  untuk  menjadi perantara, ataukah
mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu pun mempunyai
kekuasaan  seperti  Allah?  Masalah  ini berada di luar
bahasan kita sekarang, walaupun pandangan  pertama  itu
kuat dan terbukti.]

TEMPAT KELAHIRAN NABI IBRAHIM

Jawara   Tauhid  ini  dilahirkan  di  lingkungan  gelap
penyembahan berhala dan  penyembahan  manusia.  Manusia
menundukkan  kerendahan hati kepada berhala yang dibuat
dengan tangannya sendiri, atau kepada  bintang-bintang.
Dalam   situasi  ini,  hal  yang  mengangkat  kedudukan
Ibrahim dan menyukseskan usahanya adalah kesabaran  dan
ketabahannya.

Tempat   kelahiran  pembawa  panji  tauhid  ini  adalah
Babilon. Para sejarawan  telah  menyatakan  negeri  itu
sebagai  salah  satu dari tujuh keajaiban dunia. Mereka
telah mencatat banyak  riwayat  tentang  keagungan  dan
kehebatan   peradaban  wilayah  itu.  Sejarawan  Yunani
kenamaan, Herodotus  (483-425  SM),  menulis,  "Babilon
dibangun  di  sebuah  lapangan  persegi-panjang  setiap
sisinya 480 km (120 league), sehingga kelilingnya 1.920
km.    Pernyataan   ini,   betapapun  dibesar-besarkan,
mengungkapkan  realitas  yang   tak   terbantah-apabila
dibaca bersama tulisan-tulisan lainnya.

Namun,    dari    pemandangannya   yang   menarik   dan
istana-istananya yang tinggi, tak ada lagi  yang  dapat
dilihat  sekarang  selain  tumpukan  lempung, di antara
sungai Tigris  dan  Efrat,  yang  diliputi  kebungkaman
maut.  Kebungkaman  itu  kadang-kadang  dipecahkan oleh
para  orientalis  yang   melakukan   penggalian   untuk
mendapatkan informasi tentang peradaban Babilonia.

Nabi   Ibrahim,  pelopor  tauhid,  dilahirkan  di  masa
pemerintahan  Namrud  putra  Kan'an.  Walaupun   Namrud
menyembah   berhala,  ia  juga  mengaku  sebagai  tuhan
(dewa). Dengan memanfaatkan kejahilan rakyat yang mudah
percaya, ia memaksakan kepercayaannya kepada mereka.

Mungkin  nampak  agak  ganjil  bahwa  seorang penyembah
berhala mengaku pula  sebagai  dewa.  Namun,  Al-Qur'an
memberikan   kepada  kita  suatu  contoh  lain  tentang
kepercayaan  ini.  Ketika  Musa  mengguncang  kekuasaan
Fir'aun   dengan   logikanya   yang  kuat  dan  menguak
kebohongannya  dalam   suatu   pertemuan   umum,   para
pendukung   Fir'aun  berkata  kepadanya,  "Apakah  kamu
membiarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di negeri
ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?"
(QS, Surah al-A'raf,  7:127).  Telah  termasyhur  bahwa
Fir'aun  mengaku  sebagai  tuhan  dan biasa menyerukan,
"Aku adalah tuhanmu yang  tertinggi."  Namun  ayat  ini
menunjukkan bahwa ia juga seorang penyembah berhala.

Dukungan  terbesar  yang  diperoleh  Namrud datang dari
para  astrolog  dan  penenung  yang  dipandang  sebagai
orang-orang  pintar di zaman itu. Ketundukan mereka ini
membuka  jalan  bagi  Namrud  untuk  memanfaatkan  kaum
tertindas  dan  kalangan  bodoh.  Selain  itu, sebagian
famili Ibrahim, misalnya Azar yang membuat berhala  dan
juga  memahami astrologi, termasuk pengikut Namrud. Ini
saja  sudah  merupakan  halangan  besar  bagi  Ibrahim,
karena  di  samping  harus berjuang melawan kepercayaan
umum itu, ia  juga  harus  menghadapi  perlawanan  kaum
kerabatnya sendiri.

Namrud telah menerjunkan diri ke dalam laut kepercayaan
takhayul. Ia telah membentangkan permadani untuk  pesta
dan   minum-minum   ketika  para  astrolog  membunyikan
lonceng bahaya pertama seraya mengatakan, "Pemerintahan
Anda  akan  runtuh  melalui  seorang putra negeri ini."
Ketakutan laten Namrud bangkit. Ia bertanya, "Apakah ia
telah  lahir  atau  belum?"  Para astrolog itu menjawab
bahwa ia belum lahir. Ia kemudian memerintahkan  supaya
diadakan  pemisahan  antara  perempuan dan laki-laki-di
malam yang, menurut ramalan  para  astrolog,  kehamilan
musuh mautnya itu akan terjadi. Walaupun demikian, para
algojonya  membunuh  anak-anak  laki-laki.  Para  bidan
diperintahkan    untuk   melaporkan   rincian   tentang
anak-anak yang baru lahir ke suatu kantor khusus.

Pada malam itu juga terjadi kehamilan  Ibrahim.  Ibunya
hamil   dan,   seperti   ibu   Musa  putra  'Imran,  ia
merahasiakan  kehamilan  itu.  Setelah  melahirkan,  ia
menyelamatkan  diri ke suatu gua yang terletak di dekat
kota itu, untuk melindungi nyawa anaknya tersayang.  Ia
meninggalkan   anaknya   di   suatu   sudut   gua,  dan
mengunjunginya di waktu siang  atau  malam,  tergantung
situasi.  Dengan  berlalunya waktu, Namrud merasa aman.
Ia percaya bahwa musuh tahta dan pemerintahannya  telah
dibunuh.

Ibrahim  menjalani  tiga belas tahun kehidupannya dalam
sebuah gua dengan lorong  masuk  yang  sempit,  sebelum
ibunya  membawanya  keluar.  Ketika  muncul  di  tengah
masyarakat, para pendukung Namrud merasa bahwa ia orang
asing.  Terhadap  hal  itu,  ibunya  berkata, "Ini anak
saya. Ia lahir sebelum ramalan para astrolog."  (Tafsir
al-Burhan, I, h. 535).

Ketika  keluar  dari  gua, Ibrahim memperkuat keyakinan
batinnya dalam tauhid dengan mengamati bumi dan langit,
bintang-bintang  yang  bersinar, dan pohon-pohonan yang
hijau. Ia menyaksikan masyarakat yang aneh.  Dilihatnya
sekelompok   orang  yang  memperlakukan  sinar  bintang
dengan sangat tolol. Ia  juga  melihat  beberapa  orang
dengan  tingkat  kecerdasan  yang  bahkan lebih rendah.
Mereka membuat berhala dengan tangan sendiri,  kemudian
menyembahnya.  Yang  terburuk dari semuanya ialah bahwa
seorang manusia, dengan mengambil keuntungan secara tak
semestinya dari kejahilan dan kebodohan rakyat, mengaku
sebagai  tuhan  mereka  dan  menyatakan  diri   sebagai
pemberi  hidup  kepada semua makhluk dan penakdir semua
peristiwa.

Nabi Ibrahim  merasa  harus  mempersiapkan  diri  untuk
memerangi tiga kelompok yang berbeda ini.

IBRAHIM BERJUANG MELAWAN PENYEMBAHAN BERHALA

Kegelapan  penyembahan  berhala  telah meliputi seluruh
Babilon, tempat lahir Nabi Ibrahim, Banyak tuhan  dunia
dan  langit  telah  merenggut  hak menalar dan berpikir
dari berbagai lapisan masyarakat. Sebagiannya memandang
tuhan-tuhan itu memiliki kekuasaan sendiri, sedang yang
lainnya memperlakukan mereka  sebagai  perantara  untuk
memperoleh nikmat dari Tuhan Yang Mahakuasa.

RAHASIA POLITEISME

Orang Arab sebelum datangnya Islam percaya bahwa setiap
makhluk dan setiap gejala tentulah  mempunyai  penyebab
tersendiri,  dan  bahwa  Tuhan  Yang  Esa  tidak  mampu
menciptakan semuanya. Pada masa itu,  ilmu  pengetahuan
memang  belum  menemukan  hubungan  antara  makhluk dan
fenomena  alami  serta   berbagai   kejadian.   Sebagai
akibatnya,  orang-orang  itu  mengkhayalkan bahwa semua
mahluk   dan   berbagai    fenomena    alami    berdiri
sendiri-sendiri  dan  tidak  ada kaitan satu sama lain.
Karena  itu,  mereka  menganggap  bahwa  untuk   setiap
fenomena  seperti  hujan  dan  salju,  gempa  bumi  dan
kematian,  paceklik  dan  kesukaran,   perdamaian   dan
ketentraman,   kekejaman  dan  pertumpahan  darah,  dan
sebagainya,  ada  tuhannya  masing-masing.  Mereka  tak
menyadari  bahwa  seluruh  alam  semesta  adalah  suatu
kesatuan,  di  mana  bagiannya   saling   terkait   dan
masing-masingnya mempunyai efek timbal balik.

Pikiran  bersahaja  manusia  masa  itu belum mengetahui
rahasia penyembahan kepada Allah  Yang  Esa  dan  tidak
menyadari  bahwa  Allah  yang  menguasai  alam  semesta
adalah Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahatahu, Pencipta yang
bebas  dari  segala  kelemahan  dan  cacat.  Kekuasaan,
kesempurnaan, pengetahuan, dan  kebijaksanaanNya  tiada
berbatas.  Ia  di  atas segala sesuatu yang dianggapkan
kepada-Nya. Tak ada kesempurnaan yang tidak Ia  miliki.
Tak  ada  kemungkinan yang tak dapat diciptakan-Nya. Ia
adalah Allah Yang Esa  yang  mampu  menciptakan  segala
makhluk  dan  fenomena tanpa bantuan dan dukungan siapa
pun. Ia dapat menciptakan makhluk lain dengan cara yang
sama  sebagaimana  Ia  menciptakan makhluk-makhluk yang
ada sekarang.

Karena itu, secara nalar, adanya perantaraan dari suatu
wewenang  yang  dapat  mengurangi  kemandirian kehendak
Allah  yang  tidak  bersekutu,  tidak  dapat  diterima.
Kepercayaan  bahwa alam semesta mempunyai dua pencipta,
yang satu merupakan sumber kebaikan dan  cahaya  sedang
yang   satu   lagi   merupakan   sumber  kejahatan  dan
kegelapan, juga tak dapat diterima.  Kepercayaan  bahwa
ada  perantaraan  oleh  seseorang,  seperti  Maryam dan
'Isa, dalam hal penciptaan  alam  semesta,  atau  bahwa
pengaturan  tatanan  dunia  fisik telah dikuasakan pada
seorang  manusia,  merupakan  manifestasi  syirik   dan
kelebih-lebihan.  Penganut  tauhid,  dengan rasa hormat
yang  sewajarnya  kepada  para  nabi  dan  orang  suci,
memelihara  keyakinan  pada  Pencipta Alam Semesta, dan
tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Metode yang digunakan para nabi untuk memberi pelajaran
dan  tuntutan  kepada  manusia  ialah metode logika dan
penalaran,  karena  mereka  berurusan  dengan   pikiran
manusia.  Mereka berhasrat mendirikan pemerintahan yang
didasarkan pada keimanan,  pengetahuan,  dan  keadilan,
dan   pemerintahan  semacam  itu  tak  dapat  didirikan
melalui kekerasan, peperangan, dan  pertumpahan  darah.
Oleh  karena  itu,  kita  harus membedakan pemerintahan
para  nabi  dengan  pemerintahan  Fir'aun  dan  Namrud.
Tujuan  dari  kelompok  yang  kedua  ini  ialah amannya
kekuasaan dan pemerintahan mereka  dengan  segala  cara
yang  mungkin,  sekalipun  negara  akan  runtuh setelah
mereka mati.  Sebaliknya,  orang-orang  suci  bermaksud
mendirikan  pemerintahan  yang  membawa  maslahat  pada
individu maupun masyarakat, baik penguasa itu kuat atau
lemah  pada  suatu  waktu  tertentu, sementara ia hidup
maupun sesudah ia mati. Tujuan semacam itu  tentu  saja
tak dapat dicapai dengan kekerasan dan tekanan.

Ibrahim  pertama-tama berjuang melawan kepercayaan kaum
kerabatnya  yang  menyembah  berhala,  di   mana   Azar
merupakan  pentolannya.  Sebelum  mencapai keberhasilan
penuh dalam bidang ini, ia sudah  harus  berjuang  pada
bidang  operasi  lainnya. Taraf pemikiran kelompok yang
kedua ini agak lebih tinggi dan lebih jelas  dari  yang
pertama.  Berlawanan  dengan agama para famili Ibrahim,
mereka ini telah membuang makhluk-makhluk duniawi  yang
hina  dan  tak berharga, lalu memuja bintang di langit.
Ketika melawan  pemujaan  bintang,  Ibrahim  menyatakan
dengan kata-kata sederhana sejumlah kebenaran filosofis
dan ilmiah yang belum dipahami oleh  manusia  di  zaman
itu,   bahkan   sekarang   pun  argumennya  menimbulkan
kekaguman para sarjana yang sangat mengenal seni logika
dan perdebatan. Di atas semua ini, Al-Qur'an juga telah
mengutip argumen-argumen  Ibrahim,  dan  kami  mendapat
kehormatan untuk mengutipnya dengan penjelasan singkat.

Untuk dapat menuntun masyarakatnya, suatu malam Ibrahim
menatap ke langit  di  saat  terbenamnya  matahari  dan
terus   terjaga   hingga   ia  terbenam  lagi  di  hari
berikutnya.  Selama  24  jam  ini   ia   berdebat   dan
berdiskusi   dengan   tiga  kelompok,  dan  menyalahkan
kepercayaan mereka dengan argumen-argumennya yang kuat.

Kegelapan  malam  mendekat  dan  menyembunyikan  segala
tanda  kehidupan.  Bintang  Venus yang cemerlang muncul
dari suatu sudut cakrawala.  Untuk  merebut  hati  para
pemuja  Venus,  Ibrahim menyesuaikan diri dengan mereka
dan mengikuti garis pikiran mereka  seraya  mengatakan,
"Itu  adalah  pemeliharaku."  Namun, ketika bintang itu
tenggelam dan menghilang di suatu  sudut,  ia  berkata,
"Saya  tak dapat menerima tuhan yang tenggelam." Dengan
penalarannya yang alami, ia  menolak  kepercayaan  para
pemuja Venus dan membuktikan kebatilannya.

Pada  tahap  berikutnya,  matanya tertuju pada bundaran
bulan yang bercahaya terang  dengan  keindahannya  yang
memukau.  Dengan  maksud  merebut  hati  pemuja  bulan,
secara lahiriah ia bersikap  seakan  bulan  itu  tuhan,
tapi  kemudian  ia  merontokkan  kepercayaan itu dengan
logikanya yang kuat. Demikianlah, ketika Yang Mahakuasa
membenamkan  bulan  itu  di balik cakrawala, dan cahaya
serta keindahannya lenyap dari muka  bumi,  maka  tanpa
menyinggung  perasaan  para  pemuja  bulan itu, Ibrahim
berkata,  "Apabila  Tuhanku  yang  sesungguhnya   tidak
membimbing aku, tentulah aku tersesat, karena tuhan ini
terbenam seperti bintang dan tunduk pada suatu  tatanan
dan  sistem  yang pasti yang dibentuk oleh sesuatu yang
lain."

Kegelapan  malam  berakhir  dan  matahari  pun  muncul,
membuka cakrawala, dan menyebarkan sinar keemasannya ke
muka  bumi.  Para  pemuja  matahari  memalingkan  wajah
mereka    kepada   tuhannya.   Untuk   menaati   aturan
perdebatan,  Ibrahim  juga  bersikap  seolah   mengakui
ketuhanan   matahari.   Namun,   terbenamnya   matahari
mengukuhkan bahwa ia  tunduk  pada  suatu  sistem  alam
semesta   yang   umum,   dan   Ibrahim  secara  terbuka
menolaknya  sebagai  yang  patut  disembah.(lihat   QS,
al-An'am, 6:75-79)

Tak  diragukan  bahwa  saat  tinggal  di  gua,  melalui
anugerah Ilahi yang  luar  biasa,  Ibrahim  mendapatkan
dari sumber yang gaib pengetahuan batin tentang tauhid,
yang merupakan kekhususan  para  nabi.  Namun,  setelah
memperhatikan  dan mengkaji benda-benda langit, ia juga
memberikan bentuk  argumentasi  pada  pengetahuan  itu.
Dengan  demikian,  di  samping  menunjukkan  jalan yang
benar  kepada  manusia  dan  memberikan  kepada  mereka
sarana    bimbingan,    Ibrahim    telah   meninggalkan
pengetahuan yang  tak  ternilai  untuk  digunakan  oleh
orang-orang yang mencan kebenaran dan realitas.

Enter your email address:

dapatkan artikel terbaru dari kamiNews

Pribadinya

Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman Nabi saw, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.
Dengan demikian, jelaslah, Ali adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim memiliki sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah Fathimah binti Asad, yang kemudian menamakannya Haidarah. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah salah seorang wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw. Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi Saw, dan menanggung hidupnya, setelah meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau kemudian membalas jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib, pada saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia, Rasulullah Saw yang mulai mengkafaninya dengan baju qamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak atas ibunya. Dan bersabda:
"Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik bagi ibu asuhku ini. Engkau adalah orang yang paling baik kepadaku, setelah pamanku dan almarhumah ibuku. Dan semoga Allah SWT meridhai-mu."
Dan karena penghormatan beliau kepadanya, maka beliau menamakan anaknya yang tersayang dengan namanya: Fathimah. Darinyalah kemudian mengalir nasab beliau yang mulia, yaitu anak-anaknya: Hasan, Husein, Zainab al Kubra dan Ummu Kultsum.
Haidarah adalah nama Imam Ali yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya menamakannya dengan Ali, sehingga dia terkenal dengan dua nama tersebut, meskipun nama Ali kemudian lebih terkenal.
Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti Rasulullah Saw. Seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan buruk oleh Ali r.a. selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya setelah kematiannya. Ia juga mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang ia kawini setelah wafatnya Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan wanita merdeka maupun hamba sahaya. Yaitu: Muhsin, Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far, Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al Awsath, Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab ash Shugra, Ummu Kaltsum ash Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jumanah, dan Taqiyyah.
Keturunannya yang mulia, selanjutnya mengalir dari Hasan, Husain, Muhammad bin Hanafiah, Umar dan Abbas. Karena kecintaan dan penghormatannya yang mendalam terhadap sahabat Nabi yang mulia, dan yang telah dijanjikan masuk surga, maka ia menamakan beberapa orang anaknya dengan nama-nama mereka, yaitu: Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Abu Bakar, anaknya, terbunuh bersama Husain dalam peristiwa Karbala. Anak ini merupakan anak dari isterinya, Laila bin Mi'waz. Sementara anaknya Utsman yang dilahirkan dari isterinya Ummu Banin, juga terbunuh dalam perisitwa Karbala. Sedangkan Umar adalah anaknya dari Ummu Habib ash Shahba.
Saat imam Ali mendapatkan mati syahid, ia meninggalkan empat orang isteri yang merdeka, yaitu: Umamah, Laila, Ummu Banin dan Asma bin 'Umais. Serta delapan belas orang hamba sahaya wanita.
Jumlah seluruh anak lakinya adalah lima belas orang, dan anak perempuannya adalah delapan belas orang.

Kelahirannya

Fathimah binti Asad melahirkan anaknya, Haidarah (Ali KW), di Ka'bah, pada dua puluh satu tahun sebelum hijrah. Ada yang mengatakan, pada tahun ke tiga puluh dua dari kelahiran Rasulullah saw. Ia adalah anak bungsu dari kedua orang tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw menyarankan kepada kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya pun memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada kedua saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun tinggalkanlah Uqail, untuk tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far dan Rasulullah saw mengambil Ali KW.
Adalah Nabi Saw bagi anak keponakannya, Ali KW, bertindak sebagai bapak, saudara, teman, dan guru pendidik. Dan Ali pun menerima beliau pengganti kedua orang tua, dan keluarganya. Sehingga ia pun terdidik dalam didikan Nabi Saw. Ia Merupakan keturunan puncak keluarga Hasyimiah, yang darinya terlahir kemuliaan, kedermawanan, sifat pemaaf, ksaih sayang dan hikmah yang lurus.
Seperti diriwayatkan, ia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Isteri-isterinya: setelah Fathimah az Zahra wafat, Imam Ali menikahi Umamah bin Abi Al Ash bin Rabi' bin Abdul Uzza al Qurasyiyyah. Selanjutnya menikahi Umum Banin bini Haram bin Khalid bin Darim al Kulabiyah. Kemudian Laila binti Mas'ud an Nahsyaliyyah, ad Daarimiyyah dari Tamim. Berikutnya Asmaa binti 'Umais, yang sebelumnya merupakan isteri Ja'far bin Abi Thalib, dan selanjutnya menjadi isteri Abu Bakar (hingga ia meninggal), dan berikutnya menjadi isteri imam Ali. Selanjutnya ia menikahi Ummu Habib ash Shahbaa at Taghalbiyah. Kemudian, Khaulah binti Iyas bin Ja1far al Hanafiyyah. Selanjutnya Ummu Sa'd ats Tsaqafiyyah. Dan Mukhabba'ah bintih Imri'il Qais al Kulabiyyah.
Sifat-sifatnya: Imam Ali KW adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan berambut di pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap. Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma'rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya.
Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.
Tadi adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan.
Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya.
Seorang yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan syari'at.
Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala hawa dingin menghempas.
Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.
Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan. Gurauan adalah 'anak' dari kritik. Dan ia adalah 'anak' dari filsafat. Menurutku, gurauan yang tepat adalah suatu tanda ketinggian intelektualitas para tokoh pemikir dalam sejarah.
Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.
Ia amat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada kerabatnya. Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi, kerabatnya atau kenalannya.
Ia berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang mencengkeram bumi. Itu emua adalah cermin dari percaya dirinya, keimanannya, dan keyakinanya terhadap Rabb-nya, lantas bagaimana mungkin ia menjadi lembek?
Ia dengan teguh menolak sikap yang tidak sesuai dengan kebenaran, atau syari'ah, atau akhlak atau kemuliaan. Jiwanya yang mulia menolak untuk menipu seorang gubernur yang senang berkuasa, dan yang menghamburkan kekayaan umat untuk kepentingan hamba nafsunya. Ia tidak tidak peduli dengan orang yang membenci, atau orang yang memusuhinya. Menurutku, ia adalah sifat orang yang kuat, baik dalam kepribadiaannya, pendapatnya dan dalam memegang kebenaran.
Barangkali ada yang berpikir bahwa ia telah bersikap lunak dalam peristiwa tahkim (arbitrase). Namun menurutku, dugaan seperti itu adalah suatu kebodohan. Imam Ali KW tidak bersifat lembek, namun ia lebih mementingkan persatuan umat. Karena orang-orang yang ikut bersidang saat itu sedang berada dalam kubu-kubu yang saling berbeda pendapat. Maka ia memilih untuk keluar dari kondisi terburuk menuju kondisi yang buruk. Ia telah menegaskan hal itu, dan memberi peringatan kepada para pengikutnya. Namun ternyata orang-orang yang berada di sekitarnya tenggelam dalam perdebatan tanpa ujung dan pertikaian tanpa henti. Sehingga terjadilah peristiwa-peristiwa yang memilukan.
Rasa kasih sayang dalam hatinya-lah yang mendorong dirinya untuk bersikap lunak dan tidak keras. Hal itu ia lakukan karena ingin menyelamatkan orang lain, sehingga ia rela meletakkan dirinya dalam bahaya. Ia rela untuk menebus nyawa orang yang ia kasihi, atau kelompok orang yang beriman, atau beberapa orang yang sedang diincar oleh musuh, dengan nyawanya. Sehingga diapun bersikap lunak, dan meminta jalan yang lebih baik. Agar kasih sayang mengalahkan kecemburuan, kecintaan mengalahkan kekerasan, dan menjauhkan orang-orang yang ia sayangi dari kebinasaan. Orang yang membaca apa yang ia pinta kepada Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Abdullah, niscaya akan mengetahui bahwa keduanya telah menghianatinya, dan memeranginya. Maka iapun mengecam keduanya, dengan kecaman seorang penyayang terhadap orang yang ia sayangi. Ia mengingatkan keduanya tentang janji-janji yang pernah mereka ucapkan, dan kebersamaan mereka dalam menegakkan kalimat Allah SWT. Apa yang ia lakukan saat terjadi bentrokan yang terjadi antara dirinya dan Aisyah menjadi bukti akan ketinggian sifat kasih sayangnya, kemuliaan perasaannya, dan usahanya yang keras untuk memadamkan tanda-tanda ambisi rendahan, yang tidak layak bagi tokoh besar seperti dirinya, juga bagi tokoh mulia semacam Aisyah r.a. Oleh karena itu, ia berusaha melakukan negosiasi yang hanya dapat dilakukan oleh orang besar semacam dirinya, yaitu para mujahidin yang mulia.

Enter your email address:

dapatkan artikel terbaru dari kamiNews

humor ku

  • Pada suatu hari ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Sampailah mereka pada suatu hari di desa Nasrudin. Orang-orang desa ini menyodorkan Nasrudin sebagai wakil orang-orang yang bijak di desa tersebut. Nasrudin dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa menonton mereka bicara.Orang bijak pertama bertanya kepada Nasrudin, ”Di mana sebenarnya pusat bumi ini?”Nasrudin menjawab, ”Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara.””Bagaimana bisa saudara buktikan hal itu?” tanya orang bijak pertama tadi.”Kalau tidak percaya,” jawab Nasrudin, ”Ukur saja sendiri.”Orang bijak yang pertama diam tak bisa menjawab.Tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan. ”Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?”Nasrudin menjawab, ”Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini.””Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?”Nasrudin menjawab, ”Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai itu, dan nanti saudara akan tahu kebenarannya.””Itu sih bicara goblok-goblokan,” tanya orang bijak kedua, ”Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai.”Nasrudin pun menjawab, ”Nah, kalau saya goblok, kenapa Anda juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?”Mendengar jawaban itu, si bijak kedua itu pun tidak bisa melanjutkan.Sekarang tampillah orang bijak ketiga yang katanya paling bijak di antara mereka. Ia agak terganggu oleh kecerdikan nasrudin dan dengan ketus bertanya, ”Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada pada ekor keledai itu.” ”Saya tahu jumlahnya,” jawab Nasrudin, ”Jumlah bulu yang ada pada ekor kelesai saya ini sama dengan jumlah rambut di janggut Saudara.””Bagaimana Anda bisa membuktikan hal itu?” tanyanya lagi. ”Oh, kalau yang itu sih mudah. Begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut saudara. Nah, kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya keliru.”Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung seperti itu. Dan orang-orang desa yang mengelilingi mereka itu semakin yakin Nasrudin adalah yang terbijak di antara keempat orang tersebut.

Enter your email address:

dapatkan artikel terbaru dari kamiNews

bayi2_lucu.jpg (JPEG Image, 500x400 pixels)

bayi2_lucu.jpg (JPEG Image, 500x400 pixels)

Enter your email address:

dapatkan artikel terbaru dari kamiNews

Powered By Blogger